Friday 6 January 2017

Si Otong dan Poliamori

Ini hanya cerita tentang seorang laki-laki yang tiba-tiba mencetuskan ide untuk menjalani bentuk hubungan poliamori. Alasannya apa? Alasannya adalah karena laki-laki ini memiliki 2 orang kekasih yang diakuinya sama-sama sangat dicintainya dan cintanya untuk masing-masing perempuan tidak saling terbagi. Sama rata. Laki-laki ini, sebut saja Otong, sudah menjalani hubungan dualisme ini selama setahun lebih dan sudah nyaris tidak ingin menyembunyikannya lagi. 

Suatu hari, Otong mendengar tentang poliamori. Mungkin tidak banyak yang sudah pernah mendengar istilah POLIAMORI. Beberapa yang sudah pernah mendengar selalu mengaitkannya dengan poligami atau poliandri. Well, beda-beda tipis saja sebenarnya...

Wikipedia menjelaskan bahwa:

Polyamory (from Greek πολύ poly, "many, several", and Latin amor, "love") is typically defined as the practice of, or desire for, intimate relationships where individuals may have more than one partner, with the knowledge and consent of all partners.[1] It has been described as "consensual, ethical, and responsible non-monogamy".[2][3][4] However, the meaning of polyamory is also an issue of ongoing debate.[3] For example, although polyamory is typically defined as a relationship practice or approach to relationships,[1][5][6] some believe that it should also be considered an orientation or identity (analogous to sexual orientation or gender identity).[7][8]

Jadi kalau saya sendiri menyimpulkan poliamori adalah sebuah bentuk hubungan emosional, intim dan romantis yang terjadi pada lebih dari 2 orang. Lalu bedanya dengan poligami apa? Poligami adalah bentuk hubungan (biasanya pernikahan) di mana satu orang laki-laki memiliki lebih dari satu orang istri. Poliandri adalah kebalikannya, satu orang perempuan memiliki lebih dari satu suami. Poliamori mungkin bisa disebut sebagai hubungan "cinta kolektif". Yang unik dari poliamori adalah bahwa ketiga atau lebih orang yang terlibat di dalamnya saling mengetahui dan memiliki mutualisme rasa. Misalnya, saya punya pacar bernama Dadang, dan selain itu ada juga Euis yang posisinya notabene adalah pacar Dadang, tapi saya juga menyayanginya. Cinta Dadang diberikan kepada saya dan Euis. Cinta Euis diberikan kepada saya dan Dadang. Dan cinta saya pun saya bagi untuk Euis dan Dadang. Intinya kami bertiga saling mencintai satu sama lain. Dari sini bisa kita simpulkan bersama bahwa poliamori belum tentu akan berhasil jika individu yang terlibat di dalamnya bukanlah biseksual. Saya dan Euis harus bisa saling tertarik secara seksual dan emosional. 

Nah, si Otong melihat bentuk hubungan poliamori ini adalah jawaban atas situasi yang dihadapinya. Mungkin Otong lelah setiap hari harus berlari kesana-kemari untuk menjaga kedua hubungannya agar tetap berjalan dengan baik. Siang hari hingga sore menjelang malam Otong akan melewatkan sebanyak-banyaknya waktu dengan pacar pertamanya. Malam hari dia akan pulang ke tempat pacar keduanya. Begitu terus setiap harinya hingga lebih dari setahun.

Intrik sudah tentu ada. Pada satu titik pacar keduanya mulai merasa "dinomorduakan", tidak menjadi prioritas, harus selalu mengalah, tidak bisa semau-maunya melakukan banyak hal dengan Otong dan segala sesuatunya selalu tergantung pada availability si Otong yang mungkin sudah keburu punya rencana dengan pacar pertamanya. Tak jarang meski sudah janjian, Otong harus membatalkan kencan dengan pacar keduanya karena pacar pertamanya tiba-tiba sedang dalam mood untuk menjadi Drama Queen. Jelas dalam hubungan ini pacar pertama Otong tidak tahu menahu tentang keberadaan si pacar kedua. Tapi pacar kedua Otong tahu persis segala sesuatu yang terjadi di antara mereka berdua. Situasinya sudah tidak berimbang di sini dan ini menimbulkan banyak konflik juga yang akhirnya membuat Otong kelelahan.

Lalu Otong mulai pusing kepalanya dan ingin hidup dengan lebih tenang. Tenang di sini mungkin maksudnya tidak lagi perlu berbohong atau menyembunyikan sesuatu dari pacar pertamanya, bisa dengan bebas bercerita kepada kedua pacarnya dan bahkan jika perlu hidup bertiga di bawah satu atap dan tidur di atas kasur yang sama tanpa harus saling merasa cemburu. Otong bisa kelonan dengan 2 orang perempuan sekaligus setiap malam, dan kedua perempuan ini bisa menjadi sahabat. Itulah mimpi poliamori yang dimiliki si Otong. Maka poliamori dianggap Otong sebagai angin segar dan jalan keluar yang paling ideal untuk situasi yang dihadapinya.

Tapi Otong lupa, poliamori bukanlah poligami ataupun poliandri. Dari terbatasnya pengetahuan yang saya miliki, saya tetap menyimpulkan bahwa poliamori tidak sama dengan poligami atau poliandri. Tapi bagi orang yang masih awam, kelihatannya akan sama: memiliki lebih dari 1 pasangan. Poliamori menurut saya adalah sebuah paham. Mereka-mereka yang terlibat dalam hubungan poliamori haruslah sudah sepaham dan sepemikiran, bukan dibujuk, dibohongi atau dibuat menjadi setuju untuk menjalani hubungan cinta kolektif ini. 

Otong yang masih hijau dalam soal poliamori ini menetapkan bahwa dalam waktu 2 tahun dia sudah akan berhasil untuk membujuk pacar pertamanya agar setuju menganut paham cinta kolektif. Tentu saja dengan bantuan pacar keduanya. Otong lupa bahwa poliamori tidak bisa dipaksakan. Seperti halnya sebuah ideologi, dia tidak bisa dipaksakan. Kita tidak bisa meminta orang untuk menganut sebuah paham. Orang harus merasa cocok dengan sebuah paham sebelum akhirnya memutuskan untuk menganutnya. Ada proses memahami yang panjang yang harus dilalui. Apalagi ini berkaitan erat dengan hubungan emosional, percintaan dan bahkan seks! Otong mungkin tidak paham bahwa menanamkan sebuah paham di dalam rongga kepala seseorang bukanlah hal yang mudah dan 2 tahun sungguh sangat singkat untuk melakukannya. 

Idealnya, ketika hendak memulai sebuah hubungan poliamori ketiga orang tersebut sudahlah menjadi penganut paham poliamori. Sudah memiliki pemikiran yang sama, bukan dipaksa atau dibuat untuk berpikir sama. Poliamori memerlukan kesepakatan. Jika salah satu pihak tidak sepakat, tentu tidak bisa dianggap sebagai bentuk cinta kolektif. 

Dasar pemikiran yang dianut biasanya adalah kebebasan. Bahwa cinta tidak bisa dihalangi oleh eksklusifitas dan posesifitas. Bahwa cinta ada untuk disebarkan dan bahwa setiap orang berhak mencintai dan dicintai oleh siapapun. Poliamori adalah bentuk cinta dan mencintai yang paling sulit untuk diterapkan, tapi berhasil bagi beberapa orang.

Saya hanya ternganga ketika mendengar penuturan panjang lebar Otong tentang rencana poliamorinya. Menurut saya pribadi, dasar pemikiran yang dimiliki Otong bukanlah kebebasan dalam cinta, tapi keserakahan belaka. Dari ceritanya, saya bisa menyimpulkan bahwa Otong tidak ingin melepaskan kedua pacarnya karena mereka berdua berbeda (ya sudah jelas!) dan dia bisa mendapatkan semua yang diinginkannya dari kedua perempuan ini. Klasik memang. Tapi betapa piciknya jika Otong menggunakan poliamori sebagai pintu masuk dan metode untuk memuluskan jalannya mencapai ambisi serakahnya agar bisa memiliki 2 orang perempuan sekaligus. Saya yakin, tak seorang pun dari kedua perempuan itu yang setuju dengannya. Kenapa? Karena mereka bukanlah penganut paham cinta kolektif sejak awal, bahkan mungkin tak tertarik dengan bentuk hubungan poliamori, kemungkinan juga bukan biseksual. Otong berniat untuk memodifikasi isi kepala kedua perempuan ini agar bisa memenuhi keinginannya. Egonya sebagai laki-laki lah yang mendasari pemikirannya untuk menempuh jalan poliamori bahkan dengan pengetahuan dan pemahaman yang super minim!

Ah, Otong.... Otong.... ada-ada saja kamu!






No comments:

Post a Comment