Ada satu hal yang sedikit
mengganggu ketika saya sedang membuka-buka salah satu laman media sosial
beberapa hari yang lalu. Ada satu orang yang memajang foto bagian tubuh yang
disayat-sayat. Lalu orang ini pun serta merta menjadi bahan pembicaraan. Banyak
yang merasa kasihan dan bersimpati dengan situasi yang dihadapinya. Sepertinya sudah
putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya. Saya skeptis. Ketika saya menyatakan
bahwa saya tidak begitu tergerak, ada beberapa orang yang kemudian mencibir dan
mengomentari bahwa saya tidak punya hati dan nurani. Hmmmm…
Tunggu dulu! Orang Indonesia ini
memang doyan menghakimi tanpa bertanya lebih jauh. Yang mereka tidak ketahui
adalah bahwa orang itu sudah melakukan hal yang sama berulang kali. Beberapa kali
dia menyatakan keinginannya untuk mati dan selalu melakukan hal yang sama:
memajang foto bagian tubuh yang disayat-sayat. Jujur saja, luka sayatannya
tidak dalam. Jadi saya tidak percaya kalau si pemilik luka ini benar-benar
ingin mengakhiri hidupnya. Kedua, ini kejadian yang terulang terlalu sering. Saya
sampai bosan mendengar dan melihatnya.
Yang tidak diketahui oleh
kebanyakan orang lagi adalah bahwa mereka yang memiliki kecenderungan untuk
menyakiti diri sendiri (untuk alasan apapun) biasanya tidak pernah mau
memamerkan “hasil kerjanya”. Mereka tidak ingin orang lain tahu karena mereka
menganggap ini adalah sebuah aib yang harus ditutupi. Lalu ada lagi yang
mengatakan, “Bisa saja ini bentuk cry for help dari mereka.” – betul. Tapi
lagi-lagi biasanya tidak dengan cara memamerkan hasil kerja mereka. Cry for
help yang dilakukan biasanya tersamar dalam percakapan atau tulisan. Hanya orang-orang
yang cukup jeli saja yang bisa membaca apa yang seringkali sebenarnya tersirat.
Sebagai orang yang sudah cukup sering menangani kasus-kasus depresi dan suicide
tendency atau self-harming tendency, saya cukup yakin bahwa tindakan yang
dilakukan (memamerkan hasil kerja) bukanlah bentuk dari cry for help.
Jadi apa sebenarnya motivasi
orang ini? Jawaban jujur saya sederhana saja: ATTENTION WHORE. CAPER. Cari perhatian
semata. Kenapa saya bisa berkata sepedas itu? Terutama karena kejadian ini
bukanlah yang pertama kalinya. Sejak beberapa tahun yang lalu, orang yang sama
sudah pernah membuat heboh satu komunitas dengan pesan pamitnya yang terkesan seolah
dia akan bunuh diri. Banyak yang merangkul ketika itu. Banyak yang kasihan dan
banyak yang memperhatikan sekaligus ingin menjaganya. Kemudian kejadian yang
sama terulang lagi hingga beberapa kali sampai akhirnya saya kehilangan
kepercayaan dan tidak pernah menganggap serius omongannya yang berbau kematian.
Dia ingin mati sudah sejak lama, sampai hari ini pun masih bernyawa. So, jelas
niatnya untuk bunuh diri itu nyaris tidak ada. Dia hanya senang membuat orang
panik lalu berbondong-bondong dan tergopoh-gopoh menghampirinya. Membujuknya untuk
tidak melakukan bunuh diri. Perhatian seperti inilah yang dicari. Tidak lebih!
Dunia ini dipenuhi dengan
Attention Whore atau sering saya singkat menjadi AW. Ada lagi seorang laki-laki
yang juga melakukan hal yang mirip. Dia bersitegang dengan pacarnya dan
kemudian berujung dengan si pacar menyuruhnya pulang. Tidak terima dengan
kemarahan si pacar, sebelum pulang, si laki-laki ini mengucap “Eh, numpang
bunuh diri ya???” katanya sambil masuk ke dalam kamar mandi dan meraih gunting
tumpul lalu kemudian mulai mencoba menyayat lehernya. Berhasil? Tentu tidak! Gunting
itu terlalu tumpul. Untuk menggunting kertas atau plastik saja sulit, apalagi
memutus urat nadi di leher! Melihat usahanya tidak berhasil, laki-laki itu lalu
meraih pisau besar yang ada di dekatnya. Lagi-lagi pisau tumpul. Pisau murah
yang sudah lama, ujungnya tidak lagi runcing karena hanya dipakai untuk membuka
tutup gallon air mineral.
Intinya, kedua orang dalam cerita
di atas sama-sama tidak berniat untuk bunuh diri. Keduanya hanya ingin
diperhatikan saja. Orang-orang yang memang memiliki kecenderung untuk melakukan
tindakan bunuh diri tidak pernah mengumumkannya kepada orang lain. Apalagi
menumpang di kamar mandi orang. Sudah jelas motivasinya hanya untuk cari
perhatian saja. Mereka yang benar-benar memiliki kecenderungan untuk bunuh diri
biasanya akan melakukannya diam-diam. Mungkin meninggalkan jejak dalam bentuk
tulisan atau pesan terakhir, tapi tidak dengan melakukan pengumuman. Jadi kalau
ada orang yang berkoar-koar ingin mengakhiri hidupnya, tidak perlu digubris. Tindakan
bunuh diri biasanya adalah muara dari depresi dan frustrasi berkepanjangan yang
lagi-lagi lebih sering dipendam sendiri karena dianggap aib. Mereka tidak ingin
orang lain sampai tahu bahwa mereka memikirkan sebuah jalan keluar yang getir. Tindakan
bunuh diri bukanlah sesuatu yang mereka anggap sebagai sesuatu yang
membanggakan, mereka menganggapnya sebagai kelemahan. Hasil dari kebuntuan
pikiran mereka. Oleh karena itu, mereka tidak ingin orang lain tahu.
Orang-orang yang memiliki
kecenderungan untuk melakukan tindakan bunuh diri juga tidak melakukannya
secara spontan sebagai sebuah hasil dari pertengkaran, misalnya. Ada proses
panjang yang seringkali mereka lakukan. Di antaranya adalah proses berpikir. Di
situlah kadang perubahan tingkah laku bisa terlihat. Dan bagi orang-orang yang
cukup jeli, perubahan ini bisa terdeteksi. Tapi justru lebih banyak kejadian
yang tidak terdeteksi. Orang-orang sekitar dan keluarga dekat baru menyadari
ada perubahan tingkah laku atau sifat ketika kejadian sudah lewat. Makanya sering
ada yang berkomentar, “Pantas saja beberapa hari sebelumnya dia terlihat murung…”
atau, “Pantas saja dia sering bercerita bahwa dia ingin pergi jauh…” tidak ada
yang spontan. Bahkan dalam kejadian yang dianggap spontan pun, sebenarnya sudah
ada proses yang berlangsung sebelumnya. Namun mungkin karena satu dan lain hal,
tindakan mengakhiri hidup tersebut diambil lebih cepat dari yang direncanakan.
Well, intinya adalah suicide
tendency dan self-harming tendency sering dijadikan kambing hitam dan
pembenaran bagi mereka-mereka yang suka mencari perhatian. Cermati lagi
kejadiannya. Jangan langsung termakan dan percaya begitu saja. Salah-salah kita
hanya akan membuang-buang waktu dan energi saja.
No comments:
Post a Comment