Friday 6 January 2017

Attention Whore

Ada satu hal yang sedikit mengganggu ketika saya sedang membuka-buka salah satu laman media sosial beberapa hari yang lalu. Ada satu orang yang memajang foto bagian tubuh yang disayat-sayat. Lalu orang ini pun serta merta menjadi bahan pembicaraan. Banyak yang merasa kasihan dan bersimpati dengan situasi yang dihadapinya. Sepertinya sudah putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya. Saya skeptis. Ketika saya menyatakan bahwa saya tidak begitu tergerak, ada beberapa orang yang kemudian mencibir dan mengomentari bahwa saya tidak punya hati dan nurani. Hmmmm…

Tunggu dulu! Orang Indonesia ini memang doyan menghakimi tanpa bertanya lebih jauh. Yang mereka tidak ketahui adalah bahwa orang itu sudah melakukan hal yang sama berulang kali. Beberapa kali dia menyatakan keinginannya untuk mati dan selalu melakukan hal yang sama: memajang foto bagian tubuh yang disayat-sayat. Jujur saja, luka sayatannya tidak dalam. Jadi saya tidak percaya kalau si pemilik luka ini benar-benar ingin mengakhiri hidupnya. Kedua, ini kejadian yang terulang terlalu sering. Saya sampai bosan mendengar dan melihatnya.

Yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang lagi adalah bahwa mereka yang memiliki kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri (untuk alasan apapun) biasanya tidak pernah mau memamerkan “hasil kerjanya”. Mereka tidak ingin orang lain tahu karena mereka menganggap ini adalah sebuah aib yang harus ditutupi. Lalu ada lagi yang mengatakan, “Bisa saja ini bentuk cry for help dari mereka.” – betul. Tapi lagi-lagi biasanya tidak dengan cara memamerkan hasil kerja mereka. Cry for help yang dilakukan biasanya tersamar dalam percakapan atau tulisan. Hanya orang-orang yang cukup jeli saja yang bisa membaca apa yang seringkali sebenarnya tersirat. Sebagai orang yang sudah cukup sering menangani kasus-kasus depresi dan suicide tendency atau self-harming tendency, saya cukup yakin bahwa tindakan yang dilakukan (memamerkan hasil kerja) bukanlah bentuk dari cry for help.

Jadi apa sebenarnya motivasi orang ini? Jawaban jujur saya sederhana saja: ATTENTION WHORE. CAPER. Cari perhatian semata. Kenapa saya bisa berkata sepedas itu? Terutama karena kejadian ini bukanlah yang pertama kalinya. Sejak beberapa tahun yang lalu, orang yang sama sudah pernah membuat heboh satu komunitas dengan pesan pamitnya yang terkesan seolah dia akan bunuh diri. Banyak yang merangkul ketika itu. Banyak yang kasihan dan banyak yang memperhatikan sekaligus ingin menjaganya. Kemudian kejadian yang sama terulang lagi hingga beberapa kali sampai akhirnya saya kehilangan kepercayaan dan tidak pernah menganggap serius omongannya yang berbau kematian. Dia ingin mati sudah sejak lama, sampai hari ini pun masih bernyawa. So, jelas niatnya untuk bunuh diri itu nyaris tidak ada. Dia hanya senang membuat orang panik lalu berbondong-bondong dan tergopoh-gopoh menghampirinya. Membujuknya untuk tidak melakukan bunuh diri. Perhatian seperti inilah yang dicari. Tidak lebih!

Dunia ini dipenuhi dengan Attention Whore atau sering saya singkat menjadi AW. Ada lagi seorang laki-laki yang juga melakukan hal yang mirip. Dia bersitegang dengan pacarnya dan kemudian berujung dengan si pacar menyuruhnya pulang. Tidak terima dengan kemarahan si pacar, sebelum pulang, si laki-laki ini mengucap “Eh, numpang bunuh diri ya???” katanya sambil masuk ke dalam kamar mandi dan meraih gunting tumpul lalu kemudian mulai mencoba menyayat lehernya. Berhasil? Tentu tidak! Gunting itu terlalu tumpul. Untuk menggunting kertas atau plastik saja sulit, apalagi memutus urat nadi di leher! Melihat usahanya tidak berhasil, laki-laki itu lalu meraih pisau besar yang ada di dekatnya. Lagi-lagi pisau tumpul. Pisau murah yang sudah lama, ujungnya tidak lagi runcing karena hanya dipakai untuk membuka tutup gallon air mineral. 

Bukan soal percobaan dengan alat-alat seadanya saja yang membuat kesal sekaligus kasihan, tapi pernyataan “Eh, numpang bunuh diri ya???” yang dilontarkan sebelumnya juga sungguh memperlihatkan seberapa kerdil jiwanya. Masa numpang bunuh diri di kamar mandi orang? Lakukan saja di kamar mandimu sendiri! Motivasinya jelas bukan untuk mengakhiri hidupnya (toh sampai sekarang pun orangnya masih bernafas!), tapi untuk menciptakan kepanikan dan mendapatkan perhatian. Petty, yes! Buat saya, ini hanya jeritan seorang pengecut saja yang tidak punya tujuan lain selain merepotkan si pemilik kamar mandi. Toh usahanya juga tidak berhasil. Apakah si pacar jadi jatuh iba? Sama sekali tidak. Dia justru semakin mantap menyuruh laki-laki itu minggat dari kamarnya.

Intinya, kedua orang dalam cerita di atas sama-sama tidak berniat untuk bunuh diri. Keduanya hanya ingin diperhatikan saja. Orang-orang yang memang memiliki kecenderung untuk melakukan tindakan bunuh diri tidak pernah mengumumkannya kepada orang lain. Apalagi menumpang di kamar mandi orang. Sudah jelas motivasinya hanya untuk cari perhatian saja. Mereka yang benar-benar memiliki kecenderungan untuk bunuh diri biasanya akan melakukannya diam-diam. Mungkin meninggalkan jejak dalam bentuk tulisan atau pesan terakhir, tapi tidak dengan melakukan pengumuman. Jadi kalau ada orang yang berkoar-koar ingin mengakhiri hidupnya, tidak perlu digubris. Tindakan bunuh diri biasanya adalah muara dari depresi dan frustrasi berkepanjangan yang lagi-lagi lebih sering dipendam sendiri karena dianggap aib. Mereka tidak ingin orang lain sampai tahu bahwa mereka memikirkan sebuah jalan keluar yang getir. Tindakan bunuh diri bukanlah sesuatu yang mereka anggap sebagai sesuatu yang membanggakan, mereka menganggapnya sebagai kelemahan. Hasil dari kebuntuan pikiran mereka. Oleh karena itu, mereka tidak ingin orang lain tahu.

Orang-orang yang memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan bunuh diri juga tidak melakukannya secara spontan sebagai sebuah hasil dari pertengkaran, misalnya. Ada proses panjang yang seringkali mereka lakukan. Di antaranya adalah proses berpikir. Di situlah kadang perubahan tingkah laku bisa terlihat. Dan bagi orang-orang yang cukup jeli, perubahan ini bisa terdeteksi. Tapi justru lebih banyak kejadian yang tidak terdeteksi. Orang-orang sekitar dan keluarga dekat baru menyadari ada perubahan tingkah laku atau sifat ketika kejadian sudah lewat. Makanya sering ada yang berkomentar, “Pantas saja beberapa hari sebelumnya dia terlihat murung…” atau, “Pantas saja dia sering bercerita bahwa dia ingin pergi jauh…” tidak ada yang spontan. Bahkan dalam kejadian yang dianggap spontan pun, sebenarnya sudah ada proses yang berlangsung sebelumnya. Namun mungkin karena satu dan lain hal, tindakan mengakhiri hidup tersebut diambil lebih cepat dari yang direncanakan.

Well, intinya adalah suicide tendency dan self-harming tendency sering dijadikan kambing hitam dan pembenaran bagi mereka-mereka yang suka mencari perhatian. Cermati lagi kejadiannya. Jangan langsung termakan dan percaya begitu saja. Salah-salah kita hanya akan membuang-buang waktu dan energi saja.

No comments:

Post a Comment