Pramusaji itu meletakkan
secangkir kopi jahe di mejanya. “Danebat…” ujar perempuan itu. Terima kasih.
Bar berlantai dua itu tidak terlalu ramai. Perempuan itu duduk di balkon sambil
memandang kesibukan di Tamil Street, surga para backpackers. Di mana
losmen-losmen murah tersedia dan deretan toko serta bar dengan harga luar biasa
murah berada. Perempuan itu singgah di Kathmandu untuk beberapa hari sebelum
melanjutkan perjalanannya ke Pokhara.
Meja-meja dengan menara sheesha.
Kepulan asap beraroma manis bercampur dengan asap candu. Momo, makanan ringan dengan
isi daging kerbau. Alunan music reggae yang sayup terdengar. Gelak tawa
turis-turis yang singgah di Kathmandu sebelum mereka melanjutkan perjalanan
menuju Taman Nasional. Kathmandu seperti perawan desa yang tak kenal make-up.
Cantik. Lugu. Menarik perhatian. Perempuan itu duduk sendiri sambil menulis
jurnal perjalanannya. Sesekali asap rokok mengepul dari bibirnya. Semua orang
duduk berkelompok. Hanya dia saja yang duduk seorang diri. Kesendirian adalah
teman sejatinya. Sejak kepindahannya ke Johannesburg, perempuan itu seolah
memutus komunikasi dengan kehidupan lamanya di tanah air. Setahun telah berlalu
dan dia tak pernah pulang sekali pun. Waktu luangnya digunakan untuk bepergian
ke negeri-negeri eksotis lain, seperti Nepal.
Perempuan itu boleh saja memutus
komunikasi dengan kehidupan lamanya, namun kenangan dalam otaknya tak bisa
hilang. Dia masih sering melihat kelebat lelaki itu di dalam kepalanya. Kadang dia
seolah melihat lelaki itu di jalanan Johannesburg. Di tengah deretan rumah
kumuh di Nairobi. Di dalam subway di Manhattan. Di tepi Danau Jenewa. Di bawah
menara Eiffel. Di trotoar Mexico City. Di dekat gedung opera Wina. DI
tengah-tengah pasar Quiapo Manila. Di pinggiran jembatan London. Di mana-mana. Wajah
lelaki itu seolah mengikuti kemana pun dia pergi. Lalu apa gunanya memutus
kontak, jika abstraksinya tetap membuntuti? Kemana pun dia pergi, wajah lelaki
itu tertinggal dalam pikirannya.
Empat jam berlalu sudah. Perempuan
itu merapatkan jaketnya. Kathmandu di bulan November dipenuhi dengan hawa
dingin. Musim dingin yang kering dan berdebu. Perempuan itu membayar
gelas-gelas kopi jahenya lalu beranjak pergi. Menyusuri jalan sempit di Tamil
Street yang gempita dengan nyala lampu dan deru genset. Melewati toko-toko
kecil penuh warna, lalu berbelok menuju losmen tempatnya menginap. Sudah cukup
dia berada di luar, di tengah dinginnya malam. Kini waktunya kembali ke kamar. Esok
perempuan itu harus terbang menuju Pokhara.
**
Lelaki itu turun dari sebuah bar
dengan lintingan candu di tangannya. Salah satu candu terbaik di dunia. Begitu dia selalu mendengar. Kakinya menyusuri
jalanan sempit itu. Pikirannya melayang kepada sosok yang telah lama hilang
dari hidupnya. Tidak. Perempuan itu bukan mati. Dia hanya menghilang. Tak bisa
ditelusuri keberadaannya. Perempuan itu seperti menguap di udara. Puluhan email
telah dikirimkannya. Semua kembali ke kotak masuknya dengan pesan yang sama;
Mail Delivery Returned – user unknown. Frustrasi telah mulai merasuki jiwanya.
Sudah lewat setahun, dan perempuan itu masih berada di luar jangkauannya.
Hawa dingin mulai menyerang. Angin malam itu
cukup kencang. Lelaki itu merapatkan jaketnya lalu memasukkan satu tangannya ke
dalam saku. Candu itu tak banyak membantunya menghangatkan tubuhnya malam itu. Jalan
sempit yang ramai itu sungguh menarik. Penuh dengan manusia dari berbagai ras
dan warna. Tiba-tiba di kejauhan lelaki itu melihat kelebat sosok yang sangat
dikenalnya. Dia terhenti sejenak. Seolah tersentak dan mencoba memastikan bahwa
matanya tidak sedang melakukan tipuan optik. Perempuan itu merapatkan jaketnya,
lalu mulai berjalan. Lelaki itu hampir yakin bahwa itu adalah sosok yang selama
ini dirindukannya. Rambutnya sudah panjang, tapi lelaki itu hafal setiap
gerak-geriknya. Bahasa tubuhnya. Caranya berjalan. Semuanya. Dia pun bergegas
melangkah cepat-cepat, mencoba mengejar sosok di kejauhan itu. Namun sosok
perempuan itu hilang ditelan kerumunan turis yang datang dari arah berlawanan. Lelaki
itu mencari dan mencari, namun sosok itu seperti hilang ditelan gelapnya malam
dan dinginnya angin yang bertiup di tengah Tamil Street. Hanya bayangannya saja
yang tertinggal….
No comments:
Post a Comment