Wednesday, 7 November 2012

Yang Tertinggal

Pramusaji itu meletakkan secangkir kopi jahe di mejanya. “Danebat…” ujar perempuan itu. Terima kasih. Bar berlantai dua itu tidak terlalu ramai. Perempuan itu duduk di balkon sambil memandang kesibukan di Tamil Street, surga para backpackers. Di mana losmen-losmen murah tersedia dan deretan toko serta bar dengan harga luar biasa murah berada. Perempuan itu singgah di Kathmandu untuk beberapa hari sebelum melanjutkan perjalanannya ke Pokhara.

Meja-meja dengan menara sheesha. Kepulan asap beraroma manis bercampur dengan asap candu. Momo, makanan ringan dengan isi daging kerbau. Alunan music reggae yang sayup terdengar. Gelak tawa turis-turis yang singgah di Kathmandu sebelum mereka melanjutkan perjalanan menuju Taman Nasional. Kathmandu seperti perawan desa yang tak kenal make-up. Cantik. Lugu. Menarik perhatian. Perempuan itu duduk sendiri sambil menulis jurnal perjalanannya. Sesekali asap rokok mengepul dari bibirnya. Semua orang duduk berkelompok. Hanya dia saja yang duduk seorang diri. Kesendirian adalah teman sejatinya. Sejak kepindahannya ke Johannesburg, perempuan itu seolah memutus komunikasi dengan kehidupan lamanya di tanah air. Setahun telah berlalu dan dia tak pernah pulang sekali pun. Waktu luangnya digunakan untuk bepergian ke negeri-negeri eksotis lain, seperti Nepal.

Perempuan itu boleh saja memutus komunikasi dengan kehidupan lamanya, namun kenangan dalam otaknya tak bisa hilang. Dia masih sering melihat kelebat lelaki itu di dalam kepalanya. Kadang dia seolah melihat lelaki itu di jalanan Johannesburg. Di tengah deretan rumah kumuh di Nairobi. Di dalam subway di Manhattan. Di tepi Danau Jenewa. Di bawah menara Eiffel. Di trotoar Mexico City. Di dekat gedung opera Wina. DI tengah-tengah pasar Quiapo Manila. Di pinggiran jembatan London. Di mana-mana. Wajah lelaki itu seolah mengikuti kemana pun dia pergi. Lalu apa gunanya memutus kontak, jika abstraksinya tetap membuntuti? Kemana pun dia pergi, wajah lelaki itu tertinggal dalam pikirannya.

Empat jam berlalu sudah. Perempuan itu merapatkan jaketnya. Kathmandu di bulan November dipenuhi dengan hawa dingin. Musim dingin yang kering dan berdebu. Perempuan itu membayar gelas-gelas kopi jahenya lalu beranjak pergi. Menyusuri jalan sempit di Tamil Street yang gempita dengan nyala lampu dan deru genset. Melewati toko-toko kecil penuh warna, lalu berbelok menuju losmen tempatnya menginap. Sudah cukup dia berada di luar, di tengah dinginnya malam. Kini waktunya kembali ke kamar. Esok perempuan itu harus terbang menuju Pokhara.

**
Lelaki itu turun dari sebuah bar dengan lintingan candu di tangannya. Salah satu candu terbaik di dunia. Begitu dia selalu mendengar. Kakinya menyusuri jalanan sempit itu. Pikirannya melayang kepada sosok yang telah lama hilang dari hidupnya. Tidak. Perempuan itu bukan mati. Dia hanya menghilang. Tak bisa ditelusuri keberadaannya. Perempuan itu seperti menguap di udara. Puluhan email telah dikirimkannya. Semua kembali ke kotak masuknya dengan pesan yang sama; Mail Delivery Returned – user unknown. Frustrasi telah mulai merasuki jiwanya. Sudah lewat setahun, dan perempuan itu masih berada di luar jangkauannya.

Hawa dingin mulai menyerang. Angin malam itu cukup kencang. Lelaki itu merapatkan jaketnya lalu memasukkan satu tangannya ke dalam saku. Candu itu tak banyak membantunya menghangatkan tubuhnya malam itu. Jalan sempit yang ramai itu sungguh menarik. Penuh dengan manusia dari berbagai ras dan warna. Tiba-tiba di kejauhan lelaki itu melihat kelebat sosok yang sangat dikenalnya. Dia terhenti sejenak. Seolah tersentak dan mencoba memastikan bahwa matanya tidak sedang melakukan tipuan optik. Perempuan itu merapatkan jaketnya, lalu mulai berjalan. Lelaki itu hampir yakin bahwa itu adalah sosok yang selama ini dirindukannya. Rambutnya sudah panjang, tapi lelaki itu hafal setiap gerak-geriknya. Bahasa tubuhnya. Caranya berjalan. Semuanya. Dia pun bergegas melangkah cepat-cepat, mencoba mengejar sosok di kejauhan itu. Namun sosok perempuan itu hilang ditelan kerumunan turis yang datang dari arah berlawanan. Lelaki itu mencari dan mencari, namun sosok itu seperti hilang ditelan gelapnya malam dan dinginnya angin yang bertiup di tengah Tamil Street. Hanya bayangannya saja yang tertinggal….

No comments:

Post a Comment