Sunday, 4 November 2012

Yang Tersembunyi [the ending]



Perempuan itu mengemasi barang-barangnya. Dia bolak-balik memeriksa telepon genggamnya. Tidak terkirim semua….” Keluhnya dalam hati. Lalu ia meneruskan pekerjaannya hingga semua barangnya rapi dalam 2 buah koper besar. “Africa, here I go…” ujarnya lagi dalam hati. Lelaki itu belum juga menerima pesan-pesannya. Semua pesan yang dikirimnya berakhir dengan tanda silang, tak terkirim. Perempuan itu menghela nafas lalu duduk di tepi tempat tidur.

Sudah tiga minggu ini dia mencoba menghubungi lelaki itu namun tampaknya dia sangat sibuk dengan pekerjaannya. Dia sedang ditugaskan ke luar daerah. Sebuah daerah terpencil yang sepertinya tidak terjamah koneksi internet, bahkan signal telepon seluler pun tak mudah diterima. Perempuan itu bimbang. Dia harus berangkat malam itu menuju sebuah negeri yang jauh, di mana pekerjaan telah menantinya dan dia belum sempat memberitahu lelaki itu. Semuanya terjadi begitu cepat. Email yang menyatakan dia telah diterima bekerja di negeri jauh itu datang kurang lebih tiga minggu yang lalu, hanya selang sehari setelah keberangkatan lelaki itu. Dua minggu kemudian perempuan itu telah mengantongi tiket dan visa kerjanya untuk berangkat malam ini. Sudah puluhan bahkan mungkin ratusan pesan singkat yang dikirimkannya kepada lelaki itu, tapi tak satu pun yang terkirim. Perempuan itu tak tahu apa lagi yang harus dilakukannya.

Perempuan telah memutuskan untuk menerima pekerjaan itu agar dia bisa belajar melupakan lelaki itu. Lelaki yang didambakannya, namun hatinya sepertinya telah diberikan kepada perempuan lain. Meski demikian, dia tak ingin pergi tanpa pesan. Pesan terakhir untuk lelaki itu. Pesan yang paling penting yang harus disampaikannya…

Akhirnya perempuan itu membuka laptopnya. “Katakan apa yang kamu rasakan untuknya… Tuliskan, lalu kirimkan untuknya…” ujarnya dalam hati, mengulang saran yang pernah diberikannya kepada lelaki itu. Saran yang seharusnya ditujukan kepada dirinya sendiri. Saran yang seharusnya dilakukannya sendiri sejak lama. Lalu dia mulai mengetik…

**
Lelaki itu turun dari taksi yang membawanya dari lapangan udara. Dia masuk ke kamarnya dan segera membongkar tas ranselnya untuk mengeluarkan laptopnya. Tiga minggu lebih dia berada di tempat yang tak tersentuh koneksi internet, tak ada signal telepon seluler. Dia benar-benar terputus komunikasi dengan dunia luar. Dengan perempuan itu… Bergegas lelaki itu menyalakan laptopnya. Telepon selulernya tak menunjukkan tanda-tanda adanya pesan masuk.

Ketika membuka kotak surat masuknya, dia mendapati nama perempuan itu telah ada di kolom pengirim. Segera dibukanya email dari perempuan itu dan mulai membacanya….

From: larasati@gmail.com
Subject: Itu aku…

Hey, kamu…
Ya, kamu yang tiga minggu sudah berada di luar jangkauan. Kamu mungkin berada di luar jangkauan koneksi internet dan signal telepon seluler selama tiga minggu, tetapi kamu sudah berada di luar jangkauanku selama lebih dari dua tahun….

Aku hanya ingin sampaikan kepadamu bahwa aku sudah berangkat ke Afrika untuk sebuah pekerjaan yang memang aku inginkan. Bukannya aku ingin pergi tanpa memberitahu kamu, tapi sudah banyak pesan singkat yang aku coba kirimkan kepadamu dan gagal terkirim. Bukan salahmu…

Anyway, kamu masih ingat ketika aku menyarankan kamu untuk mengungkapkan perasaanmu kepada perempuan yang kamu sukai? Sejujurnya, aku mungkin lebih membutuhkan saran itu daripada kamu. Aku. Ya, aku… Kamu selalu mendengar tentang sesosok lelaki yang aku sayangi selama ini. Sosok yang membuatku terjaga hampir setiap malam. Sosok yang aku inginkan untuk memelukku dari belakang ketika melihat pemandangan di puncak gedung. Sosok yang akan aku bohongi ketika hawa di gunung mulai dingin hanya agar dia memelukku. Sosok yang aku khayalkan memelukku sambil bersama-sama menikmati butiran hujan yang jatuh. Sosok yang selalu aku katakan kepadamu bahwa sepertinya hatinya sudah diberikan kepada perempuan lain. Kamu ingat? Aku hanya ingin mengatakan kepadamu bahwa sosok itu adalah kamu…

Ya, lelaki itu kamu… tapi aku tahu kamu sedang menunggu perempuan lain. Maka aku rasa menjauh darimu adalah hal terbaik yang harus aku lakukan, karena aku tak tahu apakah aku mampu menahan diri dan perasaanku jika suatu saat nanti kamu akhirnya mengenalkan perempuan itu kepadaku. Memang aku bersikap biasa saja dengan semua pacarmu. Tapi itu dulu, kali ini aku tak yakin aku mampu seperti itu lagi. Maka sebelum semuanya berubah menjadi aneh dan tak nyaman, aku memilih pergi. Maafkan aku… Aku menyayangi kamu, tapi “mencintai tak harus memiliki” tak pernah ada dalam kamusku. Denganmu, aku tak sanggup jika tak memiliki tapi harus berdekatan. Pergi adalah jalan terbaik untuk kita berdua. Aku memang pengecut. Hanya berani memendam rasa dan kemudian pergi darimu. Tapi aku tidak ingin merusak kebahagiaanmu bersama perempuan itu. Semoga kamu bisa berbahagia dengannya, siapa pun perempuan yang sedang kamu tunggu itu… Aku setulusnya berharap kamu bahagia, tapi maafkan jika aku tak punya cukup kekuatan untuk terus menjadi temanmu… Semoga kamu dapati hati yang tulus mencintaimu, meski bukan aku....

Terima kasih untuk segalanya….

- Aku

PS: Ingat lagu yang terselip dalam amplop di bukumu? Itu juga aku…


**
Lelaki itu tertegun. Matanya tak lepas menatap layar laptopnya. Dibacanya email itu berulang kali hanya untuk memastikan apakah dia tak salah baca. Isinya tetap sama. Perempuan itu… Dia telah salah sangka selama ini!

Lelaki itu dengan segera menekan tombol “Reply” lalu mulai mengetik…

To: larasati@gmail.com
Subject: RE: Itu aku…

Hey, kamu…
Kamu mungkin tidak tahu sekaget apa aku membaca emailmu… Tentu aku masih ingat saranmu tentang mengungkapkan perasaan kepada perempuan yang aku sayangi. Dan seharusnya memang aku melakukannya sejak dulu, tak perlu menunggu terlalu lama seperti ini, karena perempuan itu adalah kamu! Kamu lah yang aku tunggu… Aku tak pernah yakin dan aku selalu mengira kamu menginginkan lelaki lain. Maafkan aku yang terlalu lama menunda…

Kamu lah perempuan yang ingin aku peluk ketika kita berada di atas gedung tinggi itu. Kamu yang ingin aku rengkuh saat kita ada di bukit itu. Kamu, kamu dan hanya kamu…. Aku lah yang mengirim lirik lagu itu dan menyelipkannya di dalam daily planner-mu. Aku juga yang mengirimkan lagu kesukaanmu itu lewat akun email anonim. Kamu tidak tahu... Aku tidak tahu… Kita sama-sama tidak tahu, tapi biarkan aku menunggumu kembali, asalkan kamu kembali kepadaku. Aku pasti akan menunggumu. Maafkan aku… aku sayang kamu…

Yours,
- Aku –

**
Lelaki itu menekan tombol “Send”. Perasaannya campur aduk. Ada senang, sedih dan kaget. Senang karena ternyata perempuan itu memiliki perasaan yang sama dengannya. Sedih karena sekarang perempuan itu telah berada di negeri yang sangat jauh. dan kaget karena tak menyangka bahwa apa yang dirasakannya ternyata sama dengan apa yang dirasa perempuan itu.
Tiba-tiba terdengar bunyi email notification di laptopnya. Lelaki itu membuka kotak masuk emailnya….

Mail Delivery Returned – user unknown
It looks like you have sent an email to an unknown user or an inactive email account. Please, check the address and make sure you have put the correct email address.

--- THE END ---

No comments:

Post a Comment