Sunday, 4 November 2012

Yang Tersembunyi VI


Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang di senja yang cerah. Lelaki itu di balik kemudi. Perempuan itu di sampingnya sibuk memilih lagu.

Lelaki: Jadi, mau kemana kita?
Perempuan: Kemana saja.
Lelaki: Klasik sekali jawabanmu.
Lelaki itu menjawab sambil tertawa kecil.
Perempuan: Kemana saja… asal tempat yang tinggi.
Lelaki: Gedung atau gunung?
Perempuan: Bebas.
Lelaki: Oke…

**
Dua orang itu duduk di atap sebuah gedung berlantai 56. Memandang senja yang turun di kota itu. Matahari terlihat sangat dekat, warnanya menjingga. Langit mulai mengeluarkan semburat warna lembayung. Keduanya duduk dalam diam. Angin senja bertiup kencang di puncak gedung itu.

Perempuan itu beranjak berdiri. Wajahnya terlihat kesal bercampur sedih. Lelaki itu ikut berdiri di sampingnya, lalu menoleh, menekuri wajah perempuan itu.

Lelaki: Kamu kenapa?
Perempuan itu menghela nafas panjang.
Perempuan: Pemandangannnya bagus ya? Senjanya juga indah…
Ujarnya dengan pandangan menerawang jauh. Lelaki itu mengalihkan pandangannya ke arah kota yang terhampar. Lalu menghela nafas juga.
Lelaki: Iya…
Perempuan: Nyaris sempurna….
Gumam perempuan itu. Lelaki itu menoleh sejenak,
Lelaki: Nyaris?
Tanyanya sebelum kembali memandangi hamparan gedung yang mulai menyalakan lampu-lampunya.
Perempuan: Iya. Nyaris.
Lelaki: Kenapa “nyaris”…?
Perempuan itu kembali menghela nafasnya dengan berat… Lalu terdiam sejenak. Seolah ragu dengan apa yang hendak diucapakannya.

Lelaki: Kenapa?
Perempuan: Hmm? Ah… karena tidak ada yang memelukku saat menikmati keindahan ini…

“Tapi aku di sini… aku mau memelukmu sambil menikmati semua ini… Kamu benar, begitu baru sempurna…” Lelaki itu membatin.

Lelaki: Hmmm…. Aku bisa mengerti…. Aku juga merasakan hal yang serupa.
Perempuan: Oya?
Lelaki: Iya… Andai aku bisa memeluknya sekarang… Tentu semuanya sempurna….

“Tapi aku di sini… Kamu bisa memelukku!” jerit perempuan itu dalam hatinya.

Lalu keduanya kembali jatuh dalam keheningan, seiring langit senja yang menua dan matahari yang semakin meredup. Lampu-lampu kota sudah hampir semua menyala. Lelaki itu dengan angannya. Perempuan itu dengan mimpinya. Berdua mereka menikmati hamparan lautan lampu di hadapan mereka. Dalam hati mereka saling memeluk dan tangan-tangan mereka saling bertaut…


[Jakarta, 4 November 2012]

No comments:

Post a Comment