Sunday, 4 November 2012

Yang Tersembunyi V



Perempuan itu duduk memandang hujan yang menetes deras seperti tangisan malaikat di langit. Hawa sejuk menyergapnya. Dia memejamkan matanya mencoba meresapi suara air yang jatuh dan aroma tanah basah yang segar. Tempat itu jauh dari keramaian. Sunyi dan damai. Bibirnya menyunggingkan senyum kecil. Dibukanya kembali matanya, dan kabut tipis menyambut pandangannya. Dia dalam kesendiriannya yang sesak. Hening yang pekak. Pekak oleh berbagai abstraksi yang mondar-mandir dalam rongga kepalanya. Perempuan itu memejamkan lagi matanya…. Lalu tiba-tiba dirasakannya sepasang lengan memeluknya dari belakang. Hangat. Dia tersenyum.

Sosok: Hai…
Dia: Hai…
Sosok: Sedang apa kamu?
Dia: Menikmati hujan…
Sosok itu mengecup kepalanya.
Sosok: Dingin?
Dia: Sedikit…
Sosok itu mengeratkan pelukannya. Perempuan itu menyandarkan kepala di dadanya yang bidang.
Sosok: Aku ingin kita seperti ini terus…
Dia: Aku juga…
Sosok: Aku sayang kamu…
Dia: Aku juga…. Tetap di sini denganku…
Sosok: Selalu…

Kehangatan menjalari hati perempuan itu. Jiwanya mencair dalam pelukan sosok itu… Indah dan damai…

***
Lelaki itu duduk memandang hujan sambil mengisap rokoknya. Hujan deras, udara mengabut. Dingin. Angin sejuk menerpa wajahnya, dia memejamkan matanya, mencoba menikmati suasana yang hening di sekelilingnya. Sejurus kemudian dia mengulurkan tangannya, tetes-tetes air hujan jatuh di atas telapak tangannya lalu mengalir cepat lewat sela-sela jemarinya. Tak lama kemudian sosok itu datang, dan dia merapatkan jemari tangannya yang terbuka hingga telapaknya membentuk ceruk. Air hujan pun tertampung membentuk kolam kecil.

Sosok: Kalau jemarimu terbuka, airnya akan jatuh ke tanah. Tapi jika kau rapatkan, dia akan tinggal di telapakmu. Jangan pula kau kepal, karena itu justru akan membuang semua yang tertampung di telapakmu.
Dia: Seperti cinta….
Sosok: Ya… seperti cinta… Makin kuat kau menggenggamnya, makin cepat dia pergi…
Dia: Jika kau tampung dia, maka makin lama dia berada di telapakmu…
Sosok itu menoleh dan tersenyum. Lalu mengeluarkan sapu tangan dan mengeringkan tangan lelaki itu. Digenggamnya tangan yang sudah kering itu. Lelaki itu menarik tangan mereka yang saling terpaut. Sosok itu mendekat, lalu duduk di sampingnya. Lelaki itu merangkulnya erat. Sosok itu melingkarkan lengannya di pinggang si lelaki, lalu merebahkan kepalanya di bahunya.

Dia: Dingin?
Sosok: Sedikit…
Lelaki itu mengeratkan rengkuhannya sambil menggosok lembut lengan sosok itu.
Sosok: Aku ingin kita seperti ini terus….
Dia: Aku juga…
Sosok: Kenapa baru sekarang?
Dia: Aku selalu menunggumu…
Sosok: Terlalu lama.
Dia: Maafkan….
Lelaki itu mengecup kening sosok itu.
Sosok: Aku sayang kamu…
Dia: Aku juga…
Sosok: Jangan pergi dariku…
Dia: Tidak akan…

Lelaki itu memejamkan matanya, mengeratkan pelukannya. Sosok itu mengeratkan lingkaran lengannya di tubuh si lelaki. Berdua, mereka larut dalam kesunyian. Jiwa-jiwa yang dulu hampa, kini terisi sudah.

***
Suara petir mengagetkan perempuan itu.
Suara petir mengagetkan lelaki itu.
Perempuan itu membuka matanya.
Lelaki itu membuka matanya.
Hujan masih turun dengan deras. Hawa masih dingin. Cuaca masih mengabut. Keduanya masih sendiri… Tak ada lengan yang melingkar. Tak ada sosok yang hangat. Tak ada siapa-siapa…


[Jakarta, 4 November 2012 - Hujan deras di siang yang kelabu]

No comments:

Post a Comment