Aku dan lelaki itu duduk
di atas pasir putih, beralaskan kain. Pantai tanpa nama ini sepi. Bersih. Aku
suka. Dia pun suka. Deburan ombak adalah satu-satunya musik latar yang
terdengar. Kami duduk menanti senja datang sambil menikmati angin laut yang
sejuk. Aku mencuri pandang ke arah lelaki yang duduk di sisiku. Pandangannya menerawang
ke arah laut lepas. Sepertinya sangat menikmati suasana dan kebisuan yang ada. Aku
juga diam-diam menikmati suasana yang ada. Hening. Laut. Angin. Hawa asin. Langit
senja. Debur ombak. Dia….
Dia : Sudah berapa lama
kita berteman?
Tiba-tiba suaranya
memecah keheningan…
Aku : Hmm? Berapa lama
ya….
Aku tiba-tiba kesulitan
mengingat.
Aku : Sudah berapa
orang mantan pacarmu yang aku kenal, coba?
Lanjutku sambil
berpikir. Dia tertawa.
Dia : Sialan kamu!
Aku : Lebih mudah
menghitungnya dengan cara begitu. Coba kulihat… sejak perkenalan pertama kita…
pacarmu waktu itu putus denganmu setelah kita 6 bulan berteman. Lalu kamu
jomblo sekitar 3 bulan. Yang berikutnya, kamu pacaran selama 4 bulan, setelah
itu selang sebulan setelah putus kamu punya lagi. Yang itu berapa lama ya? 3
bulan? Ya… 3 bulan… lalu…
Dia : Stop! Stop!
Hitung saja dari pertama kali kita berkenalan, apa susahnya?
Aku : Kurang asik!
Jawabku sambil tertawa.
Aku : Lanjut dulu!
Setelah putus dengan pacarmu yang 3 bulan, seminggu kemudian kamu pacaran lagi
dan putus setelah 5 bulan. Sejak itu sampai sekarang sudah 8 bulan kamu jomblo.
Ayo hitung!
Dia : Sembarangan!
Aku : Aaaah, masa
menghitung segitu saja sulit? 29 bulan tepatnya. Berarti 2 tahun 5 bulan ya?
Dia : Aah, ternyata
baru masuk tahun ketiga? Belum begitu lama ya? Rasanya seperti sudah puluhan
tahun….
Aku : Kenapa harus
seperti itu sih caramu berpikir? Ini SUDAH tahun ketiga kita berteman baik…
tapi kamu benar, rasanya seperti sudah lama sekali ya? Aneh…
Dia : Iya… aneh memang.
Aku menyalakan rokokku.
Dia menadahkan tangannya tanda ingin meminjam pemantik. Sejurus kemudian kami
sama-sama diam sambil mempermainkan asap. Langit semakin menjingga. Matahari
semakin turun.
Dia : Bagus ya….?
Ujarnya dengan suara
setengah bermimpi. Aku mengangguk.
Dia : Aku selalu suka
tempat ini, karena sepi.
Aku : Hmmm… ya memang
pantai ini bagus sekali. Belum tersentuh dan belum komersil. Semoga tetap
seperti ini untuk jangka waktu lama.
Dia : Semoga saja….
Lalu kami terdiam lagi…
Dia : Hey!
Tiba-tiba dia
mengejutkanku.
Aku : Aduh! Kaget…
Dia : Aku baru sadar
sesuatu tentangmu…
Ujarnya sambil
beringsut duduk menghadapku.
Aku : Apa?
Dia : Sejak putus
dengan pacarmu dulu itu, kamu tidak pernah pacaran lagi. Sampai sekarang pun.
Kenapa?
Aku : Tidak apa-apa…
Dia : Lelaki yang
sering kamu ceritakan padaku itu, bagaimana?
Lanjutnya dengan penuh
semangat. Aku hanya menghela nafas.
Aku : Entah…
Dia : Ada apa?
Aku : Dia sibuk
mengejar perempuan lain.
Dia : Mungkin kamu
harus memberikan signal yang jelas untuk dia.
Aku : Entahlah… Rasanya
sudah cukup jelas.
Dia : Kalau sudah
jelas, kenapa dia tidak merespon?
Aku : Seperti yang aku
bilang tadi, dia sibuk mengejar perempuan lain. Aku sepertinya tak terlihat
olehnya.
Dia : Hmmm…. Mungkin kamu
harus lebih sering melewatkan waktu dengannya. Sepertinya kamu lebih sering
denganku.
Aku hanya mengangkat
bahu. Aaah…. Sudahlah….
Langit senja yang cerah
tak berawan. Matahari yang semakin merendah. Sempurna…. Aku larut dengan
pikiranku…
“Bagaimana bisa kamu seperti tak pernah melihatku, sedangkan aku ada di
sini… tepat di sisimu… Aku melakukan apapun untukmu. Malam-malam melelahkan
saat aku tak bisa tidur, pikiranku dipenuhi oleh dirimu. Rindu kepadamu. Kamu tak tahu... Kamulah yang aku tunggu... Sementara
kamu… aku tak pernah tahu, apa yang ada di kepalamu…” Aku membatin….
Aku : Kamu sendiri
bagaimana? Tidak seperti biasanya kamu “kosong” sampai lama begini? Ada apa?
Dia : Hmmhh… Aku
menunggu seseorang…
Aku : Kenapa ditunggu?
Ada di mana dia?
Lelaki itu menoleh
kepadaku, lalu tersenyum….
Dia : Dekat-dekat saja
sih, sebenarnya… tapi sepertinya jiwanya ada di tempat lain. Apalagi hatinya…
Sepertinya sudah dimiliki orang lain.
Aku : Oya? Kamu tahu
dari mana?
Dia : Dari
cerita-ceritanya…
Aku : Ooh… Mungkin kamu
sebaiknya bilang saja… segera.
Dia : Saatnya belum
tepat.
Aku : Kenapa?
Dia : Karena dia juga sedang
menunggu seseorang. Mungkin sebaiknya aku tunggu sampai dia dapat kepastian
dari lelaki itu…
Aku : Kenapa harus
begitu? Bukankah lebih baik jika kamu memberitahu terlebih dahulu? Bisa saja
lelaki yang ditunggunya itu kamu…
Dia : Hmmm…. Teorimu menarik,
tapi sepertinya tidak valid.
Aku : Kenapa?
Dia : Banyak hal yang
membuatku merasa bahwa bukan aku yang sedang ditunggunya…
Aku : Tapi kamu tidak
akan pernah tahu jika tidak mencoba untuk mengungkapkan apa yang kamu rasakan
untuknya…
Dia : Memang! Tapi aku
rasa sebaiknya aku menunggu…
Aku : Sampai kapan?
Dia : Entah… sampai
lelaki itu memastikan semuanya.
Aku : Bagaimana jika
sampai bertahun-tahun ke depan lelaki itu tidak member kepastian apapun
kepadanya? Apa kamu tetap akan menunggu?
Dia : Resiko…
Aku : Buang-buang waktu
saja…
Dia : Biarlah… nanti
semua ada saatnya yang tepat… tapi tidak sekarang.
Aku lagi-lagi hanya
mengangkat bahu…
Langit sudah berubah
keunguan. Matahari sudah bersentuhan dengan horizon. Ada sedikit damai, walau
sedikit terasa semu… Lelaki itu larut dengan pikirannya…
“Sampai kapan kamu akan menunggunya, sayang….? Sementara aku di sini
hanya bisa menunggu waktu yang tepat untukku menyerahkan hatiku kepadamu… Aku menunggumu, manis... Selalu.... Kenapa
kamu seolah tak bisa melihatku, padahal kita sering bersama… Padahal aku ada di sisimu...” Lelaki itu
membatin…
[Jakarta, 3 November 2012]
No comments:
Post a Comment