Dua orang itu duduk di bawah langit senja, menatap langit yang menjingga di ufuk barat. Tak ada yang bicara. Keduanya larut dalam diam sambil memperhatikan warna langit yang semakin menua.
Lelaki itu menyandarkan kepalanya di sisi kepala si perempuan. Pikirannya terbang jauh entah kemana. Hanya tubuhnya yang ada di situ. Berbagai kenangan berkelebat dalam rongga kepalanya. "Sayang.... kapan kamu akan melepaskan diri dari belenggunya? Kamu begitu terjebak dalam cinta yang tak indah... Sedang aku di sini terus menanti. Hanya menanti hingga kamu sudi membuka hatimu untukku..."
Perempuan: Apa yang kamu pikirkan?
Lelaki: Hmm? Bukan apa, tapi siapa...
Perempuan: Baiklah... siapa yang kamu pikirkan?
Lelaki: Dia...
Perempuan: Siapa?
Lelaki: Seseorang...
Perempuan: Aku kenal?
Lelaki: Entah....
Perempuan: Ada apa memangnya?
Lelaki: Dia begitu dekat, tapi juga terasa sangat jauh....
Perempuan itu menegakkan duduknya...
Perempuan: Kenapa bisa begitu?
Lelaki: Mungkin sudah seharusnya....
Perempuan: Dia tidak tahu?
Lelaki: Entah... Mungkin... Mungkin tidak...
Perempuan: Kamu harus beritahu dia.
Lelaki: Beritahu dia? Tentang apa?
Perempuan: Apapun yang kamu rasakan untuknya....
Lelaki: Dia sepertinya tidak tertarik.
Perempuan: Lalu, kamu akan diam saja?
Lelaki: Mungkin... Mungkin lebih baik begitu... Aku tak pandai mengungkapkan perasaan.
Perempuan: Tulislah...
Lelaki: Maksudnya?
Perempuan: Tulis apa kamu rasakan. Lalu kirimkan padanya....
Lelaki: Hmmm.... Sudah. Aku hanya tidak pernah menyampaikannya.
Perempuan itu tertawa kecil....
Lelaki: Kenapa?
Perempuan: Kamu pengecut!
Katanya sambil terus tertawa.... Lelaki itu memandang dengan sebal.
Perempuan: Apa yang kau tunggu?
Lelaki: Waktu.... Waktu yang tepat.
Perempuan: Kamu mau menunggu sampai dia berlalu dari hidupmu?
Lelaki: Waktunya belum tepat...
Perempuan: It's now or never...
Lelaki: Oh well...
Perempuan
itu hanyut dalam pemikiran dan imajinasinya sendiri, sementara
kepalanya rebah di bahu si lelaki. "Sayang... kapan kamu akan merobohkan
tembokmu itu? Aku tak sanggup mendakinya... Sedang untuk menerobosnya
pun aku tak bisa. Terlalu kuat. Terlalu tinggi...." ujarnya dalam hati.
Pandangannya menerawang jauh.
Lelaki: Kamu... Apa yang ada dalam kepalamu sekarang?
Perempuan: Aku? Tak ada.... Hanya bermain dengan kenangan dan harapan....
Lelaki: Kamu menyimpan rindu ya?
Perempuan itu tersedak. Seolah tertangkap basah meminum minuman terlarang.
Perempuan: Sembarangan!
Lelaki itu tertawa....
Lelaki: Hahahaha! Iyaaaa! Aku hafal ekspresimu...
Perempuan: Sok tahu kamu!
Lelaki: Siapa?
Katanya dengan pandangan menggoda....
Perempuan: Bukan siapa-siapa.
Lelaki: Bohong!
Perempuan: Sungguh!
Lelaki: Kamu bukan pendusta yang handal. Siapa?
Perempuan: Sudah lah... tidak penting. Dia sepertinya tidak tertarik juga.
Lelaki: Benarkah? Kenapa kamu bilang begitu?
Perempuan: Dia sedang mengejar orang lain.
Lelaki: Begitukah? Hmmm....
Perempuan: Ya sudah... Biar saja.
Lelaki: Kamu yakin?
Perempuan: Yakin.
Lelaki: Bagaimana bisa yakin?
Perempuan: Karena dia sendiri yang bercerita...
Lelaki: Kamu sudah pernah bilang padanya?
Perempuan: Belum. Sudah terpikir tapi lalu batal.
Lelaki: Kenapa?
Perempuan: Karena aku tahu hati dan pikirannya untuk orang lain.
Lelaki itu mengacak rambut perempuan itu...
Sejurus kemudian keduanya kembali menekuri langit yang semakin menua...
Lelaki: Lihatlah kita.... Dua orang pengecut yang tak punya keberanian untuk mengungkapkan perasaan kita...
Perempuan: Ah.... Dua orang pengecut bersatu... Lalu akan jadi apa kita?
Lelaki: Sebenarnya dia tak perlu melakukan apa-apa untukku... Hanya perlu mengerti bahwa dia menggenggam separuh jiwaku.
Perempuan: Dia juga sebenarnya tidak perlu melakukan apa-apa... Hanya perlu menerimaku dan mencoba mengerti aku.
Lelaki: Tulislah... Tulis dan sampaikan padanya.
Perempuan: Hmmm... Kamu juga. Sampaikanlah apa yang sudah kamu tulis untuknya...
Lelaki: Yaaa.... sepertinya hanya itu yang bisa aku lakukan...
Perempuan: Aku pun sama....
Lalu mereka tertawa bersama.
Lelaki: Pulang? Aku lapar....
Perempuan: Yuk! Sop kaki ya?
*****
Dua hari kemudian ---
Sebuah amplop terjatuh dari selipan buku tebal milik lelaki itu.
Selembar kertas melayang jatuh dari sela-sela daily planner milik perempuan itu.
Lelaki itu membuka amplop.
Perempuan itu meraih kertas yang jatuh.
Keduanya membaca....
Aku takkan pernah berhenti,
akan
terus memahami,
masih terus berfikir
bila harus memaksa
atau berdarah untukmu,
apapun itu asal kau
mencoba menerimaku....
Dan kamu hanya perlu terima,
dan
tak harus memahami,
dan tak harus berfikir,
hanya perlu mengerti
aku bernafas
untukmu
jadi tetaplah disini
dan mulai menerimaku....
Cobalah mengerti
semua ini mencari arti
selamanya takkan berhenti...
Inginkan, rasakan,
rindu ini menjadi satu....
Biar waktu
yang memisahkan....
---- THE END ---
No comments:
Post a Comment