Lelaki itu duduk
mencakung di pelataran Rumah Sakit. Wajahnya terlihat diliputi kebingungan. Aku
duduk di sebelahnya sambil menyalakan rokokku dan mengepulkan asap tipisnya.
Aku: Jadi, kamu sudah
mengerti?
Dia: Mengerti? Apa yang
bisa aku mengerti?
Aku: Semua ini…
Ujarku sambil
mempermainkan asap rokok, mengepulkannya menjadi gelang-gelang asap tipis.
Dia: Ada apa ini?
Aku: Tidak ada apa-apa.
Hanya sebuah proses yang harus kamu lalui. Itu saja.
Dia: Aku suka aku yang
sekarang. Kakiku tidak sakit lagi.
Aku: Yaaah memang…
Sudah tidak ada lagi rasa sakit ‘kan?
Ujarku sambil tersenyum
menatap lelaki itu. Wajahnya sumringah. Cerah. Pucat…. Tetapi cerah.
Dia: Senangnyaaa…
Kemarin kakiku kaku, tak bisa digerakkan. Aku nyaris tak bisa berjalan. Sakit
sekali rasanya. Tapi sekarang…..
Lelaki itu
melompat-lompat riang. Melompat lalu berjingkat, kemudian melompat lagi.
Dia: Aku juga tidak
batuk-batuk lagi! Aku sudah sembuh!!!
Aku tertawa melihat
kelakuannya yang hampir mirip dengan anak umur 5 tahun.
Sejurus kemudian lelaki
itu kembali duduk di sampingku setelah puas melompat-lompat. Pelataran Rumah
Sakit ini agak tinggi. Kami bisa melihat orang-orang yang semakin banyak
berdatangan, padahal malam sudah beranjak pagi.
Aku: Pukul berapa
sekarang?
Dia: Hampir pukul tiga
pagi….
Ujarnya sambil melihat
arlojinya.
Aku: Hmmmm…. Semakin
kemari, semakin banyak yang datang… Hebat… Hebat sekali!
Gumamku pelan.
Dia: Ada apa
sebenarnya? Mengapa orang terus berdatangan?
Aku: Mereka ingin
melihat seseorang di dalam ruangan itu…
Ujarku sambil menunjuk
dengan daguku…. Lelaki itu mengikuti kemana dagu dan pandanganku mengarah.
Belum sempat dia mengucapkan kalmat berikutnya, tiba-tiba dua orang perempuan
keluar dari ruangan itu sambil menangis tersedu. Dua orang lelaki tampak dengan
sigap memeluk mereka dan terdengar bisik-bisik mencoba menenangkan mereka… “Ikhlas
mbak… ikhlaskan….” – Kedua perempuan itu mengangguk meski masih tersedu. Tak
lama kemudian, satu per satu orang yang tadinya berada di dalam ruangan itu
keluar. Mereka duduk di teras sambil termangu.
Dia: Ada apa dengan
mereka? Mengapa perempuan-perempuan itu menangis? Dan mengapa lelaki-lelaki itu
diam termangu?
Aku menghela nafas. Sedikit
kesal, aku menoleh kepadanya….
Aku: Lupa?
Dia: Lupa apa?
Aku: Lupa siapa yang
ada di dalam sana?
Dia: Siapa? Aku mau
lihat!
Ujarnya sambil beranjak
berdiri, tapi aku tahan tangannya sambil menggelengkan kepala.
Aku: Tidak usah. Kamu
di sini saja. Duduk denganku.
Dia: Ah! Kamu
menyebalkan!
Ujarnya merajuk seperti
anak kecil. Aku diam. Dia diam, tapi tak memaksa pergi.
Aku: Sudah ingat
sekarang?
Dia: Tidak ingat apa-apa!
Aku: Benarkah?
Lelaki itu mengangguk.
Aku menghela nafas…. “jiwa baru….” Ujarku dalam hati, “selalu saja semuanya
seperti ini. Merepotkan! Aku bukan pengasuhnya!” aku merutuk dalam hati.
Suasana di sekitar
ruangan itu masih ramai. Mereka yang baru datang memeluk yang sudah terlebih
dulu tiba. Yang lelaki saling berjabat tangan. Yang perempuan berbagi bahu
untuk menangis. Hingga akhirnya sebuah peti dibawa keluar dari ruangan
tersebut. Para lelaki tergopoh-gopoh mengangkat peti kayu tersebut dan memasukkannya
ke dalam ambulance berwarna hitam.
Aku menoleh, menatap
lelaki yang duduk di sampingku. Matanya tak lepas mengawasi pemandangan di
teras ruangan itu. Namun bibirnya tak bersuara. Pintu ambulance itu ditutup.
Aku beranjak berdiri, mengibaskan kotoran di celana jeans-ku, lalu mengulurkan
tanganku kepadanya…
Aku: Yuk! Sudah
waktunya…
Lelaki itu mendongak
menatapku.
Dia: Mau kemana kita?
Tanyanya sambil meraih
tanganku dan menggenggamnya.
Aku: Pulang…
Dia: Ke mana?
Aku: Ke tempat di mana
tidak ada lagi kesedihan, rasa sakit dan kemarahan…
Ujarku sambil
tersenyum. Wajahnya sontak cerah. Senyumnya lebar. Lalu kami berjalan bersama
menembus malam, meninggalkan pelataran kamar jenazah itu di tengah embun yang
mulai turun.
“No more pain….” Aku berbisik
di telinganya, lalu dia mempereratkan genggamannya….
"Ada cerita tentang aku dan dia, dan kita bersama saat dulu kala.
Ada cerita tentang masa yang indah.
Saat kita berduka, saat kita tertawa...."
Ada cerita tentang masa yang indah.
Saat kita berduka, saat kita tertawa...."
--- Semua Tentang Kita | Peterpan ---
[Jakarta, 01 November 2012 - untuk Jusep Kesuma, you'll be missed...]
No comments:
Post a Comment